Selasa, 31 Mei 2011

Keluhan Lambung (Maag) Sebagai Keluhan Psikosomatik

Walaupun tidak sesering keluhan jantung berdebar dan sesak napas, keluhan lambung sering juga ditemukan sebagai salah satu keluhan psikosomatik saat berpraktek di tempat saya bekerja.
Pasien seperti ini biasanya mengeluh adanya keluhan lambung seperti rasa penuh (sebah/begah), kembung, banyak gas atau sering terasa ada yang ingin keluar dari mulut. Beberapa pasien mengatakan dengan bahasa medis kalau keluhannya adalah GERD (Gastroesofageal Reflux Disorder) yaitu suatu rasa keluar gas disertai perasaan panas di sekitar ulu hati bahkan sampai tenggorokan. Salah satu yang menarik dari pasien saya tentang keluhan GERD ini adalah bahwa beliau sampai berobat ke Singapura dan sudah hampir siap menjalani operasi. Namun karena pemeriksaan PhMetri dan lain-lain menunjukkan normal, maka sang dokter di Singapura ini menyarankan terus melakukan pengobatan di psikiater terutama yang mengerti tentang masalah psikosomatik.
Gejala keluhan lambung ini seringkali dalam bahasa kedokteran kita sebut Dispepsia Fungsional. Dalam pedoman pengobatan dispepsia Rome III, kondisi Dispepsia Fungsional dimasukkan dalam kategori diagnosis. Syaratnya adalah dalam pemeriksaan obyektif tidak ditemukan adanya bukti obyektik yang nyata yang menyebabkan keluhan lambungnya terjadi. Tidak mengherankan pasien saya seringkali melakukan pemeriksaan gastroskopi (Endoskopi dan Anuskopi) namun tidak ditemukan kelainan yang berarti. Kategori menurut Rome II ini mensyaratkan ada dua macam kategori yaitu yang tipe seperti ulkus lambung dan yang tipe dismotilitas (tidak bergerak baik gerakan peristaltik ususnya). Pengobatan awalnya biasanya menggunakan obat-obat seperti Domperidone. Jika tidak ada perubahan maka sebaiknya mulai memikirkan apakah ini merupakan keluhan yang didasari keluhan psikosomatik.
Saat menjalani pendidikan tambahan tentang Psikosomatik di Amerika Serikat, saya mendengarkan hasil presentasi tentang seorang ilmuwan yang mengatakan bahwa kondisi keluhan psikosomatik sudah dipetakan secara genetik. Artinya tiap orang yang mengalami kondisi stres berkepanjangan yang tidak ditoleransi baik atau tidak diadaptasi baik secara psikologis akan mengalami perubahan pada sistem neurotransmitter dan neurohormonalnya. Kondisi ini akan mengakibatkan organ yang rentan secara genetik mengalami keluhan psikosomatik. Jadi anda dan orang lain yang sama-sama stres akan berbeda keluhannya. And amungkin mengeluh keluhan perut, teman anda keluhan jantung. Tapi seringkali juga keluhan itu muncul bersamaan.

Obati Keluhan Psikosomatik Lambung
Jika pemeriksaan obyektif endoskopi dan pemeriksaan obyektif lainnya sudah dilakukan dan tidak menampakan adanya kelainan, maka seseorang perlu menyadari mungkin ini adalah keluhan psikosomatik. Untuk itu dia perlu segera melakukan pemeriksaan ke psikiater terutama yang memahami tentang keluhan psikosomatik.
Pengobatan keluhan ini bukan hanya berfokus pada keluhan lambungnya tetapi pada kondisi fungsional otaknya yang sudah mengalami gangguan. Ingat dalam kondisi kesehatan jiwa, gangguan di otak lebih banyak bersifat fungsional,. bahasa saya ketika menjelaskan ke pasien adalah kondisi sistem listrik di otak.
Pengobatan biasanya dengan menggunakan obat-obatan dan psikoterapi. Penggunaan obat anticemas sebaiknya dihindari atau jika sangat perlu dipakai dalam waktu yang sangat terbatas. Psikoterapi dan penggunaan obat antidepresan adalah yang utama.

Semoga bermanfaat

Andri
mbahndi@yahoo.com

Kamis, 19 Mei 2011

Penggunaan Obat Benzodiazepine (Penenang) yang Rasional

Obat golongan Benzodiazepine yang dikenal masyarakat sebagai obat penenang merupakan obat yang paling populer di dunia. Sejak ditemukan jenisnya yang pertama kali yang bernama Chlordiazepoxide oleh Leo Sternbach (1908–2005) tahun 1957 dan diteruskan oleh ditemukannya Diazepam, obat golongan ini menjadi fenomena yang menabjubkan di kalangan medis.
Kemampuannya yang bermula sebagai suatu sedatif (sifatnya membuat tidur) dan hipnotik lalu kemudian beranjak menjadi indikasi untuk hal yang lain. Saat ini tersedia begitu banyak jenis Benzodiazepine di pasaran dengan berbagai merk baik yang paten mapun generik. Beberapa jenis yang terkenal adalah Diazepam, Alprazolam, Estazolam, Nitrazepam, Lorazepam, Clobazam. Masing-masing jenis benzodiazepine ini dibedakan berdasarkan sifat Farmakokinetiknya.
Kegunaan Benzodiazepine saat ini terutama untuk penyebab penyakit yang dihubungkan dengan gangguan psikiatri dan non psikiatri seperti kesulitan tidur, menghilangkan kecemasan, pengobatan delirium tremens, sedasi sebelum proses operasi, untuk menghilangkan kejang epilepsi dan juga pada spasme otot. Sifatnya yang segera dan efektif membuat banyak dokter menggunakan obat ini juga sebagai campuran untuk pengobatan pasien-pasien dengan gangguan lambung yang dasarnya adalah fungsional (gejala psikosomatik) dan juga pasien-pasien gangguan jantung yang cemas.
Tahun 1996 organisasi kesehatan dunia WHO mengeluarkan sebuah pegangan program ketergantungan zat yang salah satunya adalah “Rational Use of Benzodiazepine” . Ini disebabkan karena ternyata pada praktek sehari-hari, walaupun kebanyakan anticemas golongan benzodiazepine ini diindikasikan untuk pasien-pasien dengan gangguan psikiatri, pada kenyataannya kebanyakan yang memakai obat golongan benzodiazepine ini adalah dokter umum dan dokter non spesialis psikiatri. Penelitian yang dilakukan oleh Wood, Katz dan Winger yang dimuat dalam pegangan WHO ini mengatakan 80% (delapan puluh persen) obta golongan Benzodiazepine diresepkan oleh dokter umum dan merupakan obat kedua terbanyak diresepkan setelah obat untuk jantung dan pembuluh darah.
Sayangnya penggunaan ini banyak yang tidak rasional dan menyalahi aturan dari pegangan-pegangan yang sudah diputuskan bersama oleh badan-badan organisasi kesehatan dan kesehatan mental di dunia. Beberapa hal yang sering dilakukan berkaitan dengan penggunaan benzodiazepine adalah :
  1. Penggunaan benzodiazepine untuk kasus-kasus kecemasan akut yang ringan. Hal ini sebenarnya tidak memerlukan pengobatan dengan obat golongan benzodiazepine.
  2. Penggunaan benzodiazepine untuk kasus-kasus insomnia dalam jangka waktu yang lama lebih dari 4 minggu. Sebagai pegangan, obat golongan benzodiazepine tidak boleh digunakan lebih dari 4 minggu.
  3. Penggunaan benzodiazepine tidak pada kondisi yang memang membutuhkan sekali pengobatan ini namun hanya pada kasus-kasus ringan.
  4. Penggunaan benzodiazepine pada lanjut usia yang seringkali terlalu tinggi dosisnya dan lama serta pemilihan jenis yang kurang tepat. Hal ini bisa menimbulkan risiko jatuh pada usia lanjut, kebingungan dan gangguan pernapasan.

Hal lain yang perlu diperhartikan dalam penggunaan obat ini adalah efek potensinya untuk mengalami ketergantungan, toleransi dan reaksi putus zat jika tidak digunakan lagi. Banyak kontroversi tentang apa itu ketergantungan dipandang dari segi medis. Banyak ahli yang mengatakan hal-hal dan pendapat yang berbeda tentang hal ini. Ada yang mengatakan bahwa ketergantungan berhubungan dengan dosis yang terus naik (toleransi) sehingga jika tidak terjadi toleransi artinya tidak ketergantungan. Namun satu hal yang perlu digarisbawahi adalah potensi terjadinya ketergantungan dan gejala putus zat pada penggunaan benzodiazepine sangat berhubungan dengan lamanya pemakaian. Jadi semakin lama memakai obat golongan ini semakin besar pula potensi untuk mengalami ketergantungan dan reaksi putus zat.
Jadi pesan saya adalah bijaksanalah dalam menggunakan obat golongan benzodiazepine ini apapun jenisnya. Di Indonesia saya seringkali melihat peresepan salah satu golongan benzodiazepine yaitu ALPRAZOLAM yang sangat besar baik oleh dokter umum maupun dokter spesialis. Belum lagi ditambah obat ini bisa didapatkan secara bebas di pasar-pasar obat gelap atau apotek nakal. Sudah banyak korban ketergantungan zat ini yang sampai memakai obat ini puluhan tahun. Saya sendiri mempunyai pasien yang datang karena ingin sembuh dari ketergantungannya terhadap obat ini dengan dosis 6 miligram perhari (bayangkan dosis yang biasa diresepkan sehari-hari saja biasanya tidak lebih dari 1 miligram).
Saya berharap dokter dan pasien semakin bijak dalam menggunakan obat ini.

Sumber pustaka :
1.      Program on Substance Abuse. Rational Use of Benzodiazepine. World Health Organization. 1996
2.      Muhammad Rizwanullah Khawaja*, A. Majeed, F. Malik, K. A. Merchant, M. Maqsood, R. Malik, S. Mazahir, H. Naqvi in Prescription Pattern of Benzodiazepines for Inpatients at a Tertiary Care University Hospital in Pakistan. JPMA 55:259;2005).
3.      Ethical and Legal Dimensions of Benzodiazepine Prescription by Harold J. Bursztajn, M.D. and Archie Brodsky, B.A. in Forensic Psychiatry & Medicine - Ethical and Legal Dimensions of Benzodiazepine. Taken from  http://www.forensic-psych.com/articles/artBenzo.php
4.      Guidance for prescribing and withdrawal of benzodiazepines and hypnotic sedative in general practice by Lucy Eagles. NHS Grampian. Oktober 2008.
5.      Mustafa Raoof1*, Haq Nawaz1, Rabeeya Nusrat1, Aqueel Hussain Pabaney1, Ali Raza Randhawa1, Rabeea Rehman1, Nida Butool Rizvi1, Haider Naqvi2in Awareness and Use of Benzodiazepines in Healthy Volunteers and Ambulatory Patients Visiting a Tertiary Care Hospital: A Cross Sectional Survey. Taken from http://www.plosone.org/. March 2008

dibuat oleh : Andri (Psikiater)