Selasa, 31 Mei 2011

Keluhan Lambung (Maag) Sebagai Keluhan Psikosomatik

Walaupun tidak sesering keluhan jantung berdebar dan sesak napas, keluhan lambung sering juga ditemukan sebagai salah satu keluhan psikosomatik saat berpraktek di tempat saya bekerja.
Pasien seperti ini biasanya mengeluh adanya keluhan lambung seperti rasa penuh (sebah/begah), kembung, banyak gas atau sering terasa ada yang ingin keluar dari mulut. Beberapa pasien mengatakan dengan bahasa medis kalau keluhannya adalah GERD (Gastroesofageal Reflux Disorder) yaitu suatu rasa keluar gas disertai perasaan panas di sekitar ulu hati bahkan sampai tenggorokan. Salah satu yang menarik dari pasien saya tentang keluhan GERD ini adalah bahwa beliau sampai berobat ke Singapura dan sudah hampir siap menjalani operasi. Namun karena pemeriksaan PhMetri dan lain-lain menunjukkan normal, maka sang dokter di Singapura ini menyarankan terus melakukan pengobatan di psikiater terutama yang mengerti tentang masalah psikosomatik.
Gejala keluhan lambung ini seringkali dalam bahasa kedokteran kita sebut Dispepsia Fungsional. Dalam pedoman pengobatan dispepsia Rome III, kondisi Dispepsia Fungsional dimasukkan dalam kategori diagnosis. Syaratnya adalah dalam pemeriksaan obyektif tidak ditemukan adanya bukti obyektik yang nyata yang menyebabkan keluhan lambungnya terjadi. Tidak mengherankan pasien saya seringkali melakukan pemeriksaan gastroskopi (Endoskopi dan Anuskopi) namun tidak ditemukan kelainan yang berarti. Kategori menurut Rome II ini mensyaratkan ada dua macam kategori yaitu yang tipe seperti ulkus lambung dan yang tipe dismotilitas (tidak bergerak baik gerakan peristaltik ususnya). Pengobatan awalnya biasanya menggunakan obat-obat seperti Domperidone. Jika tidak ada perubahan maka sebaiknya mulai memikirkan apakah ini merupakan keluhan yang didasari keluhan psikosomatik.
Saat menjalani pendidikan tambahan tentang Psikosomatik di Amerika Serikat, saya mendengarkan hasil presentasi tentang seorang ilmuwan yang mengatakan bahwa kondisi keluhan psikosomatik sudah dipetakan secara genetik. Artinya tiap orang yang mengalami kondisi stres berkepanjangan yang tidak ditoleransi baik atau tidak diadaptasi baik secara psikologis akan mengalami perubahan pada sistem neurotransmitter dan neurohormonalnya. Kondisi ini akan mengakibatkan organ yang rentan secara genetik mengalami keluhan psikosomatik. Jadi anda dan orang lain yang sama-sama stres akan berbeda keluhannya. And amungkin mengeluh keluhan perut, teman anda keluhan jantung. Tapi seringkali juga keluhan itu muncul bersamaan.

Obati Keluhan Psikosomatik Lambung
Jika pemeriksaan obyektif endoskopi dan pemeriksaan obyektif lainnya sudah dilakukan dan tidak menampakan adanya kelainan, maka seseorang perlu menyadari mungkin ini adalah keluhan psikosomatik. Untuk itu dia perlu segera melakukan pemeriksaan ke psikiater terutama yang memahami tentang keluhan psikosomatik.
Pengobatan keluhan ini bukan hanya berfokus pada keluhan lambungnya tetapi pada kondisi fungsional otaknya yang sudah mengalami gangguan. Ingat dalam kondisi kesehatan jiwa, gangguan di otak lebih banyak bersifat fungsional,. bahasa saya ketika menjelaskan ke pasien adalah kondisi sistem listrik di otak.
Pengobatan biasanya dengan menggunakan obat-obatan dan psikoterapi. Penggunaan obat anticemas sebaiknya dihindari atau jika sangat perlu dipakai dalam waktu yang sangat terbatas. Psikoterapi dan penggunaan obat antidepresan adalah yang utama.

Semoga bermanfaat

Andri
mbahndi@yahoo.com

Kamis, 19 Mei 2011

Penggunaan Obat Benzodiazepine (Penenang) yang Rasional

Obat golongan Benzodiazepine yang dikenal masyarakat sebagai obat penenang merupakan obat yang paling populer di dunia. Sejak ditemukan jenisnya yang pertama kali yang bernama Chlordiazepoxide oleh Leo Sternbach (1908–2005) tahun 1957 dan diteruskan oleh ditemukannya Diazepam, obat golongan ini menjadi fenomena yang menabjubkan di kalangan medis.
Kemampuannya yang bermula sebagai suatu sedatif (sifatnya membuat tidur) dan hipnotik lalu kemudian beranjak menjadi indikasi untuk hal yang lain. Saat ini tersedia begitu banyak jenis Benzodiazepine di pasaran dengan berbagai merk baik yang paten mapun generik. Beberapa jenis yang terkenal adalah Diazepam, Alprazolam, Estazolam, Nitrazepam, Lorazepam, Clobazam. Masing-masing jenis benzodiazepine ini dibedakan berdasarkan sifat Farmakokinetiknya.
Kegunaan Benzodiazepine saat ini terutama untuk penyebab penyakit yang dihubungkan dengan gangguan psikiatri dan non psikiatri seperti kesulitan tidur, menghilangkan kecemasan, pengobatan delirium tremens, sedasi sebelum proses operasi, untuk menghilangkan kejang epilepsi dan juga pada spasme otot. Sifatnya yang segera dan efektif membuat banyak dokter menggunakan obat ini juga sebagai campuran untuk pengobatan pasien-pasien dengan gangguan lambung yang dasarnya adalah fungsional (gejala psikosomatik) dan juga pasien-pasien gangguan jantung yang cemas.
Tahun 1996 organisasi kesehatan dunia WHO mengeluarkan sebuah pegangan program ketergantungan zat yang salah satunya adalah “Rational Use of Benzodiazepine” . Ini disebabkan karena ternyata pada praktek sehari-hari, walaupun kebanyakan anticemas golongan benzodiazepine ini diindikasikan untuk pasien-pasien dengan gangguan psikiatri, pada kenyataannya kebanyakan yang memakai obat golongan benzodiazepine ini adalah dokter umum dan dokter non spesialis psikiatri. Penelitian yang dilakukan oleh Wood, Katz dan Winger yang dimuat dalam pegangan WHO ini mengatakan 80% (delapan puluh persen) obta golongan Benzodiazepine diresepkan oleh dokter umum dan merupakan obat kedua terbanyak diresepkan setelah obat untuk jantung dan pembuluh darah.
Sayangnya penggunaan ini banyak yang tidak rasional dan menyalahi aturan dari pegangan-pegangan yang sudah diputuskan bersama oleh badan-badan organisasi kesehatan dan kesehatan mental di dunia. Beberapa hal yang sering dilakukan berkaitan dengan penggunaan benzodiazepine adalah :
  1. Penggunaan benzodiazepine untuk kasus-kasus kecemasan akut yang ringan. Hal ini sebenarnya tidak memerlukan pengobatan dengan obat golongan benzodiazepine.
  2. Penggunaan benzodiazepine untuk kasus-kasus insomnia dalam jangka waktu yang lama lebih dari 4 minggu. Sebagai pegangan, obat golongan benzodiazepine tidak boleh digunakan lebih dari 4 minggu.
  3. Penggunaan benzodiazepine tidak pada kondisi yang memang membutuhkan sekali pengobatan ini namun hanya pada kasus-kasus ringan.
  4. Penggunaan benzodiazepine pada lanjut usia yang seringkali terlalu tinggi dosisnya dan lama serta pemilihan jenis yang kurang tepat. Hal ini bisa menimbulkan risiko jatuh pada usia lanjut, kebingungan dan gangguan pernapasan.

Hal lain yang perlu diperhartikan dalam penggunaan obat ini adalah efek potensinya untuk mengalami ketergantungan, toleransi dan reaksi putus zat jika tidak digunakan lagi. Banyak kontroversi tentang apa itu ketergantungan dipandang dari segi medis. Banyak ahli yang mengatakan hal-hal dan pendapat yang berbeda tentang hal ini. Ada yang mengatakan bahwa ketergantungan berhubungan dengan dosis yang terus naik (toleransi) sehingga jika tidak terjadi toleransi artinya tidak ketergantungan. Namun satu hal yang perlu digarisbawahi adalah potensi terjadinya ketergantungan dan gejala putus zat pada penggunaan benzodiazepine sangat berhubungan dengan lamanya pemakaian. Jadi semakin lama memakai obat golongan ini semakin besar pula potensi untuk mengalami ketergantungan dan reaksi putus zat.
Jadi pesan saya adalah bijaksanalah dalam menggunakan obat golongan benzodiazepine ini apapun jenisnya. Di Indonesia saya seringkali melihat peresepan salah satu golongan benzodiazepine yaitu ALPRAZOLAM yang sangat besar baik oleh dokter umum maupun dokter spesialis. Belum lagi ditambah obat ini bisa didapatkan secara bebas di pasar-pasar obat gelap atau apotek nakal. Sudah banyak korban ketergantungan zat ini yang sampai memakai obat ini puluhan tahun. Saya sendiri mempunyai pasien yang datang karena ingin sembuh dari ketergantungannya terhadap obat ini dengan dosis 6 miligram perhari (bayangkan dosis yang biasa diresepkan sehari-hari saja biasanya tidak lebih dari 1 miligram).
Saya berharap dokter dan pasien semakin bijak dalam menggunakan obat ini.

Sumber pustaka :
1.      Program on Substance Abuse. Rational Use of Benzodiazepine. World Health Organization. 1996
2.      Muhammad Rizwanullah Khawaja*, A. Majeed, F. Malik, K. A. Merchant, M. Maqsood, R. Malik, S. Mazahir, H. Naqvi in Prescription Pattern of Benzodiazepines for Inpatients at a Tertiary Care University Hospital in Pakistan. JPMA 55:259;2005).
3.      Ethical and Legal Dimensions of Benzodiazepine Prescription by Harold J. Bursztajn, M.D. and Archie Brodsky, B.A. in Forensic Psychiatry & Medicine - Ethical and Legal Dimensions of Benzodiazepine. Taken from  http://www.forensic-psych.com/articles/artBenzo.php
4.      Guidance for prescribing and withdrawal of benzodiazepines and hypnotic sedative in general practice by Lucy Eagles. NHS Grampian. Oktober 2008.
5.      Mustafa Raoof1*, Haq Nawaz1, Rabeeya Nusrat1, Aqueel Hussain Pabaney1, Ali Raza Randhawa1, Rabeea Rehman1, Nida Butool Rizvi1, Haider Naqvi2in Awareness and Use of Benzodiazepines in Healthy Volunteers and Ambulatory Patients Visiting a Tertiary Care Hospital: A Cross Sectional Survey. Taken from http://www.plosone.org/. March 2008

dibuat oleh : Andri (Psikiater)

Selasa, 19 April 2011

Coklat Obat Depresi???

Banyak orang mengira bahwa coklat adalah obat stres. Di bawah ini adalah wawancara saya dengan salah satu wartawan koran nasional beberapa waktu yang lalu.

Apakah yang bisa membuat seseorang depresi?
Seseorang bisa mengalami depresi karena tiga faktor yang saling berkaitan yaitu faktor biologi, psikologi dan sosial. Penelitian mengatakan bahwa faktor biologi yang berpengaruh adalah adanya system neurotransmitter di otak yang terganggu, yaitu system serotonin di dalam otak kita. Yang terjadi adalah kurangnya zat tersebut di celah sinaps sebagai penghubung antar sistem saraf. Kondisi psikologis seseorang juga sangat berpengaruh terhadap timbulnya depresi. Faktor risiko seperti kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintai, menderita penyakit berat, kesendirian, atau bencana alam bisa menjadi pemicu yang sering kali menimbulkan depresi bila daya tahan adaptasi orang tersebut tidak baik. Lingkungan sosial juga berpengaruh, kehidupan sosial yang berat, ekonomi yang kurang, pergaulan yang tidak sehat juga mampu menjadi faktor pemicu depresi

Apakah benar kandungan yang terdapat dalam coklat bisa membuat seseorang tenang dari depresi? Apa kaitannya?
Makanan seperti coklat, makanan pedas mampu meningkatkan endorphine di dalam tubuh. Endorphine adalah suatu zat hormon yang diproduksi di dalam tubuh yang berfungsi meningkatkan rasa senang dan menghilangkan rasa nyeri. Tapi ingat hal ini terjadi jika belum terdapat kerusakan atau keseimbangan yang terganggu di dalam otak akibat depresi. Jadi coklat bagaimanapun tidak bisa menyembuhkan depresi, coklat hanya membantu orang yang sedang dalam kondisi tidak nyaman atau stres akut sedikit lebih tenang, itupun sifatnya sementara.

Dalam hal mengatasi depresi, apakah ada makanan yang bisa digunakan untuk mengatasi depresi?
Sampai saat ini zat yang dipercaya berhubungan dengan penanganan depresi adalah asam folat dan vitamin B12. Penambahan asam folat dan vit B12 dalam terapi pasien depresi banyak dipakai termasuk oleh saya sendiri. Selain itu juga banyak penelitian mengatakan Minyak Ikan dan Omega 3 juga mempunyai efek yang baik dalam membantu penanganan depresi.

Bagaimana cara atasi depresi?
Pertama dengan memperkuat daya tahan adaptasi terhadap stres, banyak cara yang bisa dilakukan yaitu dengan melatih pikiran positif, beribadah dan membaca buku-buku yang memicu motivasi. Berpikir positif adalah sesuatu yang mudah dikatakan tapi sulit dilakukan. Untuk itu kita harus selalu berlatih
Kedua dengan memperkuat daya tahan tubuh secara fisik dengan berolahraga teratur, makan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup. Olahraga membuat endorphine keluar sehingga menyebabkan rasa senang, makan-makanan yang bergizi dan mengurangi stimulan di dalam makanan sehari hari (kopi, rokok, perasa) juga gula dan garam yang terlalu banyak akan membuat badan lebihh sehat. Istirahat yang cukup juga sangat membantu pemulihan kondisi tubuh yang tidak sehat.
Ketiga bila memang tidak bisa mengatasi kondisi depresi, ada baiknya berkunjung ke psikiater, karena depresi bukanlah suatu penyakit yang memalukan, bukan juga sebagai bukti seseorang kurang imannya. Depresi merupakan suatu penyakit yang sama saja dengan penyakit fisik lain, bahkan di Amerika sana, depresi sudah dinyatakan sebagai suatu penyakit sistemik (Depression is a systemic disease, Textbook of Psychosomatic Medicine by Michael Blumenfield, 2006)

Berikan dong tips agar terhindar dari depresi?
- Menerima diri apa adanya
- Memperkuat adaptasi terhadap stres dengan berlatih berpipkir positif dan melihat segala sesuatu dengan lebih obyektif
- Mempunyai teman untuk bercerita
- Pola hidup sehat dan cukup istirahat
- Kurangi pemakaian makanan stimulan (sebenarnya di buku Brain Manual termasuk coklat lho…jadi kamu gak boleh juga terlalu banyak makan coklat karena sifat menyenangkannya hanya sementara)

mbahndi@yahoo.com

Minggu, 17 April 2011

Hipnosis Bukan Penyembuh Segala Gangguan Jiwa

Suatu waktu seorang calon pasien bertanya lwt email kepada saya, apakah saya bisa hipnosis dia shg dia mampu menghilangkan segala kekecewaan yg membuatnya depresi. Dia berharap sy bisa menggunakan cara hipnosis utk menghapus kekecewaan itu.Sambil bercanda dlm menjawab email itu sy berkata "Jikalau saya bisa melakukan itu, sdh pasti sy tidak akan mampu menjawab email ibu ini krn pasien saya sdh antri begitu byk!".
Orang sering salah kaprah dgn hipnosis, banyak mereka mengira bhw hipnosis spt cuci otak yg bs segera menyembuhkan segala macam penyakit jiwa. Hal ini benar-benar salah.Apa yg terjadi pd pasien jiwa sampai dia mengalami kondisi ggn kejiwaan apapun jenisnys itu adalah proses yg tdk berlangsung tiba-tiba.
Sebagai contoh adalah proses perubahan struktur mekanisme adaptasi otak yg salah dan pengaktifan sistem stress di otak yg membuat pasien mengalami gejala-gejala psikosomatik, kecemasan atau depresi berlangsung tdk dlm waktu singkat. Itu berangsur-angsur terjadi. Perbaikannya pun berangsur-angsur terjadi bisa dgn bantuan obat dlm waktu tertentu, perubahan daya adaptasi lwt konsultasi berbasis psikoterapi Cognitive Behavior atau Interpersonal dan latihan pasien sendiri.
Jadi tidak ada yg bisa instant dlm penyembuhan gangguan cemas, depresi dan psikosomatik. Semua butuh waktu tertentu agar mendapatkan kestabilan kembali. Apalagi jika berhubungan dengan Skizofrenia. Hipnosis adalah kontraindikasi untuk kondisi gangguan jiwa skizofrenia namun sayangnya masih byk yg tidak mengerti ini.
Hal ini ditambah lagi dgn banyaknya praktek hipnosis yg bukan dilakukan oleh orang yg mengerti kesehatan secara formal (bukan dilakukan oleh dokter) namun berupaya memberikan solusi masalah kesehatan (terutama masalah kesehatan jiwa)
Semoga informasi ini membantu.

Selasa, 12 April 2011

Makan Antidepresan SSRI kok Makin Cemas : Sisi Lain Paradoxical Anxiety

Jika anda menggunakan obat antidepresan golongan SSRI (Sertraline, Escitalopram, Fluoxetine) pada pengobatan gangguan panik, jangan heran jika ada yang malah semakin panik ketika makan obat ini. Hal inilah yang disebut sebagai Paradoxical Anxiety.
Penggunaan dengan dosis yang langsung dosis optimal sering menjadi pemicu keadaan ini. Misalnya jika anda langsung diberikan Cipralex (Escitalopram) 10mg, bukan kebaikan malah makin panik anda alami.
Dalam kepustakaan (Textbook of Psychopharmacology, APA Publishing 2009) mengatakan bahwa penggunaan obat antidepresan SSRI pada pasien gangguan panik memang seringkali menimbulkan efek tidak nyaman dan paling banyak disebabkan karena paradoxical anxiety ini. Maka dari itu disarankan untuk menggunakannya dengan prinsip "Start Low Go Slow".
Pernah ada suatu kejadian pasien yang berkonsultasi kepada saya yang semakin tidak enak setelah makan obat Cipralex dengan dosis 10mg. DIa merasa semakin panik dan sulit mengendalikan diri. Inilah yang disebut pradoxical anxiety.
Hal ini tentunya tidak berlangsung untuk semua pasien, ada beberapa pasien yang saya sering liat dari pengalaman sejawat dokter lain yang tidak masalah dengan dosis langsung optimal, namun saya selalu melakukan prinsip Start Low Go SLow untuk semua pasien saya.
Semoga menjadi pengetahuan buat kita semua
Salam,
dr.Andri,SpKJ
Psychosomatic Medicine Specialist
Klinik Psikosomatik RS OMNI, Tangerang
mbahndi@yahoo.com

Kamis, 07 April 2011

Makanan Untuk Mengurangi Stres

Kalau kemarin-kemarin saya banyak membahas tentang bahaya obat anticemas alprazolam yang seringkali digunakan berlebihan untuk menangani gangguan panik, sekarang saya ingin bercerita sedikit tentang suatu zat di dalam tubuh kita yang disebut SEROTONIN, suatu neurotransmiter (zat penghubung) di otak yang bertanggung jawab terhadap timbulnya gangguan depresi dan kecemasan (termasuk di dalamnya gangguan cemas panik).
Serotonin diproduksi di dalam tubuh lewat pembentuknya yaitu suatu asam amino (protein) yang disebut Tryptophan. Dalam bentuk Serotonin sendiri, kita tidak bisa menemukannya di dalam makanan yang kita makan sehari-hari. Kita bisa mendapatkan Serotonin ini lewat bahan bakunya yaitu asam amino Tryptophan. Untuk itulah diet makanan yang mengandung Tryptophan bisa dilakukan dalam pendampingan kita berobat untuk gangguan panik.
Makanan yang dimaksud adalah telur, ayam dan itik, kalkun, wholegrain, oat, kacang-kacangan (termasuk kacang merah), sayuran hijau, pisang, strawberry. Makanan ini tentunya mudah ditemukan di kehidupan sehari-hari.
Selain pemenuhan Tryptophan, kita juga bisa menambahkan diet Asam Folat kepada menu yang kita makan karena hal ini juga membantu dalam proses pembentukan Serotonin. Asam folat sendiri adalah suatu zat yang dapat melewati sawar darah otak (blood brain barrier). Asam folat banyak ditemukan di sayuran hijau seperti brokoli dan juga bisa didapatkan sebagai suplementasi dengan dosis 400-1000 microgram.
Jadi selain anda makan obat antidepresan untuk mengobati depresi dan kecemasan anda, ada baiknya juga anda memperhatikan pola makan anda.
Semoga bermanfaat

Salam,
dr.Andri,SpKJ
Psychosomatic Medicine Specialist
mbahndi@yahoo.com

Kamis, 24 Maret 2011

Depresi Pasca Stroke

Kejadian stroke selalu mengingatkan saya kepada kematian paman saya akibat serangan ini. Usianya belum mencapai 50 tahun ketika serangan stroke berdarah datang untuk pertama kalinya. Ia mengalami lumpuh bagian tubuh sebelah kanan. Setelah kejadian ini ia banyak murung. Wajar saja, sebagai seorang pedagang yang biasanya berkutat di pasar, hari-hari setelah serangan stroke yang banyak dihabiskan di rumah membuatnya seperti tanpa daya.
Program rehabilitasi medik yang direncanakan pun kadang tidak dipenuhi dengan baik. Rasa malas membuat ia lebih banyak diam di dalam kamar atau hanya sekedar duduk menonton televisi. Nafsu makannya pun menurun drastis dan berakibat pada penurunan berat badannya. Ia juga malas untuk makan obat-obat yang diberikan oleh dokter untuk mencegah keberulangan strokenya. Sampai suatu saat paman saya ini kembali tidak sadarkan diri akibat serangan stroke berdarah kedua kalinya. Ia tidak pernah sadar kembali sampai ajal menjemput.
Sampai saat ini saya seringkali bertanya-tanya, apakah yang dialami paman saya itu adalah gejala depresi pasca stroke yang banyak terjadi setelah serangan stroke. Maklum saja saat itu saya baru saja tahun kedua di fakultas kedokteran. Tahun di mana masih banyak belajar tentang ilmu dasar kedokteran dan belum menyentuh segi klinis apalagi bidang neuropsikiatri. Namun gejala seperti cerita di atas memang banyak dialami oleh para penderita stroke.

Stroke dan Depresi
Stroke sendiri merupakan suatu kumpulan gejala gangguan otak yang terjadi akibat gangguan sirkulasi darah di otak. Stroke dapat dibedakan menjadi stroke berdarah dan tidak berdarah. Penyakit ini merupakan penyebab kematian ketiga di dunia dan di Indonesia stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama. Faktor resiko stroke adalah umur, jenis kelamin, suku bangsa, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus atau penyakit gula, faktor keturunan, kegemukan, diet yang salah, hiperkolesterolemia, merokok dan kurangnya aktivitas fisik.
Stroke sebenarnya dapat terjadi pada siapa saja dan di umur berapapun tetapi tiga perempat dari penderita stroke adalah rata-rata berusia di atas 65 tahun atau lebih. Kenyataan di lapangan saat ini, terjadi suatu fenomena bahwa stroke terjadi pada rerata umur yang lebih muda yaitu sekitar umur empat puluhan dan lima puluhan. Data di Amerika mengatakan bahwa sekitar 10-27% dari 600.000 penderita stroke didiagnosis menderita depresi berat dalam waktu setahun sejak awal mengalami stroke. Sebagai tambahan 15 sampai 40% mengalami beberapa gejala depresi dalam dua bulan pertama setelah stroke.
Depresi sendiri dapat mengenai siapa saja, namun orang dengan penyakit serius seperti stroke merupakan salah satu faktor risiko yang berpengaruh. Suatu diagnosis dan terapi depresi yang tepat pada pasien stroke dapat memperbaiki penyakit strokenya sendiri dengan meningkatkan status medisnya, meningkatkan kualitas hidupnya dan mengurangi kesakitan dan ketidakberdayaannya. Pengobatan depresi juga dapat memperpendek proses rehabilitasi yang akhirnya menuju percepatan dari proses penyembuhan. Proses ini juga akan mengurangi biaya perawatan yang dikeluarkan dalam pengobatan pasien stroke.
Keparahan dari depresi yang mengikuti stroke ditentukan juga oleh beberapa faktor antara lain lokasi dari lesi di otak, adanya riwayat keluarga yang mengalami depresi dan fungsi sosial sebelum terserang stroke. Pasien yang selamat dari serangan stroke namun menderita depresi terutama depresi berat biasanya akan lebih sulit diminta kepatuhannya dalam berobat, pasien juga menjadi lebih mudah marah dan tersinggung serta dapat berubah kepribadiannya.
Sayangnya terkadang depresi pasca stroke seringkali tidak terdiagnosis atau dianggap sebagai reaksi yang tidak terelakkan dari serangan stroke. Seharusnya depresi dilihat sebagai suatu hal yang tidak wajar dan ditatalaksana secara optimal bersamaan dengan tatalaksana untuk strokenya.
Depresi pada stroke terjadi karena dua faktor. Faktor yang pertama adalah pada penderita stroke terjadi sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak yang menyebabkan jalur komunikasi ke daerah otak tersebut menjadi terhambat. Kita ketahui bahwa otak terdiri dari beberapa bagian yang tugasnya bermacam, macam. Yang biasanya terkena pada pasien stroke adalah bagian otak yang mengatur fungsi perasaan dan gerakan pasien sehingga yang terlihat pada diri penderita stroke adalah kesulitan dalam melakukan gerakan akibat lumpuhnya tubuh sebagian dan gangguan suasana perasaan dan tingkah laku.
Selain dari adanya bagian otak yang mengatur pusat perasaan yang terkena, depresi pada pasien stroke juga disebabkan karena adanya ketidakmampuan pasien dalam melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan sebelum terkena stroke. Hal ini terkadang menyebabkan pasien menjadi merasa dirinya tidak berguna lagi karena banyaknya keterbatasan yang ada dalam diri pasien akibat penyakitnya itu.

Gejala Depresi Pasca Stroke
Secara umum gejala depresi pada pasien stroke sama dengan depresi pada kasus non stroke. Beberapa keadaan di bawah ini dapat ditemukan yaitu : perasaan yang depresif, kehilangan minat dan rasa senang yang bermakna pada hampir semua aktivitas sehari-hari, perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai dan berlebihan, kehilangan kemampuan untuk berpikir dan berkonsentrasi, atau kesulitan membuat pilihan.
Pasien depresi juga sering mengalami kehilangan berat badan yang bermakna tanpa diet (penurunan berat badan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), berkurangnya nafsu makan hampir setiap hari, insomnia atau hipersomnia, malas melakukan sesuatu, mudah merasa lelah atau kehilangan energi, pemikiran yang terus menerus tentang kematian (bukan hanya ketakutan akan mati) juga munculnya ide-ide bunuh diri yang berulang kali . Secara klinis diagnosis gangguan depresi dipenuhi bila 5 dari gejala di atas dialami oleh pasien dan telah berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu

Tatalaksana Depresi Pasca Stroke
Tatalaksana depresi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tatalaksana stroke secara keseluruhan. Pemakaian obat antidepresan secara umum merupakan pilihan yang tepat dan dapat ditoleransi dan aman bagi pasien-pasien stroke. Penggunaan obat antidepresan telah terbukti dapat menurunkan angka kematian dari pasien depresi pasca stroke. Penelitian lain mengatakan pada pasien yang menerima pengobatan aktif dengan antidepresan memiliki kecenderungan untuk selamat dari penyakitnya.
Selain dengan penggunaan obat juga diperlukan suatu upaya psikoterapi individu, terapi keluarga, dan terapi kelompok yang dapat diberikan kepada pasien stroke. Perjalanan penyakit yang kronis, dan perawatan di rumah sakit yang berulang dapat menimbulkan gangguan emosional sehingga pasien memerlukan tempat untuk bicara, dukungan keluarga dan toleransi terhadap ketidakmampuannya dan ketergantungannya. Psikiater dapat memberikan terapi suportif seperti mengangkat kembali harga diri pasien yang menurun. Fungsi keluarga juga memegang peranan penting. Kritikan lingkungan atau lingkungan yang terlalu mencampuri privasi pasien dapat memperlambat penyembuhan. Perbaikan atau pengurangan perawatan di rumah sakit tergantung dari kemampuan keluarga untuk mengendalikan ekspresi emosional yang berlebihan.
Terapi keluarga merupakan komponen perencanaan terapi yang komprehensif pada pasien gangguan perasaan pascastroke. Tujuan terapi keluarga adalah untuk mengurangi kesulitan anggota keluarga dalam berhubungan dengan pasien. Selain itu pula dapat dilakukan terapi kelompok dimana pasien bersama-sama dengan pasien stroke yang lain berkumpul dan difasilitasi oleh seorang terapis. Tujuan terapi kelompok adalah untuk mengurangi isolasi dan mendorong hubungan interpersonal. Terapi ini dapat memperbaiki harga diri, orientasi, tingkah laku, pemecahan masalah, mengurangi depresi dan ansietas serta memperbaiki adaptasi terhadap ketidakmampuan fisik penderita stroke. Peranan keluarga maupun pengertian dari penderita sendiri mengenai stroke akan mempengaruhi perjalanan penyakit. Pengertian tentang serangan stroke yang tiba-tiba dan kondisi penyembuhan yang terjadi sangat lambat perlu diterima dengan lapang dada oleh penderita dan keluarganya. Fisioterapi, psikoterapi dan terapi kognitif harus direncanakan dengan baik untuk mendapatkan hasil akhir yang optimal. Tentunya diperlukan penanganan yang menyeluruh di segala bidang dan kerjasama yang baik di antara para dokter yang merawat pasien. Kerjasama antara psikiater, dokter spesialis saraf dan rehabilitasi medik merupakan suatu hal yang ideal dalam penanganan pasien stroke terutama yang mengalami gangguan depresi.
Jika hal tersebut dilakukan dengan baik, niscaya pasien stroke dapat meningkatkan kualitas hidupnya kembali dan mencegah keberulangan serangan stroke yang dapat menimbulkan kecacatan yang lebih parah.

Selasa, 22 Maret 2011

Sulit Tidur Alias Insomnia

Apakah anda pernah mengalami sulit tidur ? Saya pernah dan rasanya memang tidak nyaman sekali. Pagi harinya kita tidak bisa beraktifitas maksimal dan merasa badan ini ada yang salah. Walaupun hanya sehari saya merasakan tidak bisa tidur, namun perasaan tersebut sangat menyiksa. Tidak heran saya sangat memahami penderitaan para pasien yang mengeluh sulit tidur bahkan hampir berminggu-minggu lamanya.

Awal Gangguan Jiwa
Sulit tidur walapun kesannya sepele namun dalam praktek saya sehari-hari seringkali merupakan pertanda adanya suatu kondisi gangguan kejiwaan yang mendasarinya. Hampir jarang saya temukan sulit tidur berdiri sendiri sebagai suatu gangguan yang tanpa disertai gangguan kejiwaan. Biasanya orang yang mengeluh sulit tidur kebanyakan mengalami gangguan kejiwaan di antaranya adalah Gangguan Kecemasan, Gangguan Depresi, Demensia dan Gangguan Psikotik (paling banyak Skizofrenia).
Pada pasien yang mengalami gangguan kecemasan, biasanya pasien mengeluh sulit untuk memulai tidur. Rasanya sangat sulit untuk memejamkan mata karena pikiran yang terus ke sana ke mari. Jika tidur pun biasanya orang ini mengalami bangun di antara tidur-tidurnya dan kesulitan memulai tidur kembali. Gangguan kecemasan termasuk di dalamnya adalah Gangguan Panik, Gangguan Cemas Menyeluruh, Gangguan Cemas Fobia, Gangguan Obsesif Kompulsif dan Gangguan Stres PAsca Trauma.
Pada pasien yang mengalami gangguan depresi termasuk di dalamnya adalah gangguan penyesuaian bisa mengalami kesulitan dalam mempertahankan tidur. Orang depresi biasanya akan lebih cepat bangun di pagi hari. Ada pula yang merasa mengantuk hampir sepanjang hari dan tidak ada gairah, namun jika ditidurkan tidak bisa.
Pasien demensia ataupun orang lanjut usia yang sudah mulai mengalami kepikunan, Kesulitan Tidur sering juga dialami. Ini terkait dengan fungsi reseptor melatonin yang sudah berkurang jumlah dan sensitifitasnya sehingga orang tua banyak yang mengalami kesulitan tidur.

Sulit Tidur Pada Kondisi Fisik
Selain kondisi tidur akibat gangguan jiwa, beberapa penyakit juga sering dihubungkan dengan kesulitan tidur terutama sekali pada pasien-pasien yang mengalami gangguan paru-paru. Tidak heran orang yang mengalami gangguan paru-paru seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang bernapas pun sulit sering mengalami gangguan ini. Pasien dengan gangguan Asma juga sering mengalami hal ini. Selain itu pasien dengan gangguan berkemih yang biasanya pada pasien gangguan Prostat juga sering sulit tidur karena terganggu perasaan ingin kencing. Ada juga pasien kencing manis yang sering mengalami hal ini. Untuk itu kondisi medis fisik seperti ini juga perlu mendapatkan perhatian.

Pengobatan
Untuk mengatasi  gangguan tidur, seseorang pertama kali perlu menganalisis apakah kesehatan tidurnya sudah baik. Hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan tidur antara lain :
1. Tidur pada jam yang relatif sama setiap malamnya
2. Tidak berolahraga berat sebelum tidur
3. Tidak memakan makanan atau minuman yang mengandung kafein (kopi, teh, coklat) sebelum berangkat waktu tidur.
4. Menggunakan pakaian yang bersih
5. Kebersihan tempat tidur dijaga.
6. Tidak membawa barang-barang seperti BB, Handphone atau Laptop/IPad ke ranjang sehingga tidak mengganggu konsentrasi untuk tidur.

Jika hal tersebut sudah dilaksanakan tetapi masih sulit tidur maka ada baiknya memulai pengobatan dengan hal yang paling ringan dulu yaitu dengan menggunakan suplementasi Melatonin. Jika masih sulit tidur juga baru menggunakan obat golongan yang sama dengan Melatonin tapi daya aktiftasnya lebih kuat yaitu Ramelteon.
Jika penggunaan obat ini masih kurang bisa memberikan efek yang baik untuk kualitas tidur maka bisa diberikan obat golongan non-benzodiazepine (bukan obat penenang) yaitu Zolpidem (merek dagang Zolmia dan Stilnox). Penggunaan obat anticemas golongan benzodiazepine seperti Alprazolam dan Nitrazepam tidak disarankan karena dapat menimbulkan ketergantungan dan reaksi putus zat yang tidak nyaman. Pilihlah obat anti insomnia yang dosisnya kecil dan efektifitas baik namun cepat dikeluarkan dari tubuh. Pilihannya adalah Lorazepam dan Clonazepam.
Yang harus selalu diingat adalah bahwa pemakaian obat-obatan tersebut di atas haruslah sesuai dengan petunjuk dokter dan diawasi oleh dokter pemberiannya. Semoga bermanfaat (mbahndi@yahoo.com)

Senin, 21 Maret 2011

Gangguan Panik (Panic Anxiety Disorder)


Toni eksekutif muda usia 35 tahun itu tiba-tiba merasakan jantungnya berdebar sangat cepat. Saat itu ia sedang berada di jalan menuju kantornya di daerah Sudirman. Ia juga merasakan sesak napas dan perasaan seperti tercekik. Toni menjadi sangat ketakutan akan keadaan ini sampai ia meminggirkan mobilnya. Saat itu ia merasa takut mati sehingga membuatnya ke unit gawat darurat (UGD) sesaat jantungnya sudah mulai terasa berkurang debarannya 10 menit kemudian.
            Di UGD, Toni diperiksa jantung dan laboratorium penunjang lainnya. Hasilnya semua dalam batas normal. Toni kemudian bingung apa yang baru saja dialaminya. dokter menyarankan Toni untuk tidak khawatir karena tidak ditemukan kelainan apa-apa. “Mungkin anda sedang kecapean saja”, kata si dokter menenangkan
Kasus di atas cukup sering ditemukan sebagai salah satu kasus gangguan kesehatan jiwa yang bermanifestasi gejala fisik. Kalangan kesehatan jiwa menyebutnya sebagai serangan panik. Orang yang mengalaminya biasanya mengira bahwa ia terkena serangan jantung karena gejalanya sangat mirip dengan gangguan tersebut. Bedanya adalah dalam durasi waktu, serangan panik biasanya hanya berlangsung paling lama 15 menit saja dan setelah itu terjadi penurunan gejala yang dialami.
Ada beberapa gejala serangan panik yang sering dialami oleh pasien. Gejalanya yang paling sering adalah sebagai berikut ; Jantung berdebar dan peningkatan denyut jantung, berkeringat, badan terasa gemetar atau berguncang, perasaan napas yang pendek, perasaan seperti tercekik, sakit dada atau perasaan tidak nyaman, mual atau merasa tidak enak di perut, merasa pusing, tidak stabil, kepala terasa ringan atau mau pingsan, takut kehilangan kontrol atau menjadi gila, perasaan takut mati, kesemutan atau seperti baal dan rasa seperti terbakar atau kepanasan.
Gangguan panik didiagnosis bila dalam waktu sebulan terakhir telah terjadi lebih dari 3 (tiga) kali serangan panik. Serangan panik ini terjadi tiba-tiba, dan di antara serangan panik tersebut pasien merasa khawatir jika dirinya mengalami keadaan itu lagi (kecemasan antisipasi). Serangan panik ini juga telah mengganggu fungsi pasien sehari-hari baik pribadi dan sosial.

Agorafobia
Jika pasien mengalami serangan panik yang berulang, maka kebanyakan pasien menjadi takut untuk keluar rumah sendirian. Hal ini disebabkan pasien takut bila tiba-tiba saat ia sendiri di luar rumah, serangan panik itu datang lagi dan tidak ada yang menolongnya. Ketakutan tersebut dinamakan agorafobia.
 Agorafobia biasanya juga diikuti oleh penghindaran terhadap situasi yang dapat membuat timbulnya kecemasan pasien. Hal ini yang menyebabkan pasien dengan gangguan panik biasanya takut bila keluar rumah sendiri tanpa ditemani. Pasien juga menjadi malas keluar rumah atau bersosialisasi dengan teman serta kerabat di tempat-tempat terbuka. Apalagi bila ia harus ke tempat seperti itu sendirian. Hal ini tentunya menurunkan kualitas hidup pasien tersebut.

Apa yang dapat dilakukan?
            Kualitas hidup pasien gangguan panik tentunya mengalami penurunan akibat konsekuensi dari penyakitnya. Untuk itu tatalaksana yang tepat dan menyeluruh sangat dibutuhkan agar pasien dapat kembali hidup normal.
            Jika memang dalam pemeriksaan fisik dan penunjang tidak terdapat hasil yang mendukung ke suatu diagnosis penyakit seperti jantung dan tiroid (gondok) maka diagnosis gangguan panik harus segera dipertimbangkan.
            Pemeriksaan fisik dan penunjang yang lengkap penting karena gejala serangan panik seringkali mirip dengan gejala-gejala penyakit yang sering kita temukan dalam praktek seperti penyakit jantung dan gangguan tiroid (gondok). Rujukan ke seroang ahli kesehatan jiwa atau psikiater juga dapat dilakukan demi tegaknya diagnosis dan penatalaksanaan yang segera dan menyeluruh.
            Seperti tatalaksana kebanyakan gangguan kesehatan jiwa, pengobatan gangguan panik juga meliputi pengobatan dengan obat dan psikoterapi. Penggunaan obat untuk gangguan panik telah mendapatkan rekomendasi dari badan obat dan makanan Amerika (FDA) dan juga dari badan pengawasan obat dan makanan (POM) Indonesia.
            Pasien tidak perlu khawatir akan efek ketergantungan terhadap obat yang sering ditakutkan oleh masyarakat bila memakan obat-obat dari ahli kesehatan jiwa. Kerjasama antara dokter dan pasien serta informasi yang akurat dan lengkap akan efek obat serta hal-hal yang menyangkut penggunaannya haruslah diketahui sejak awal berobat.
            Pasien tentunya mempunyai hak untuk bertanya kepada dokter tentang obat yang dimakannya serta efek samping yang mungkin timbul. Tentunya kewajiban dokter untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar obat yang digunakan. Keteraturan kontrol berobat dan kepatuhan akan dosis obat juga akan menghindarkan pasien dari hal-hal yang tidak diinginkan dari penggunaan obat yang tidak tepat.
            Psikoterapi dengan menggunakan teknik terapi kognitif juga sangat diperlukan. Pasien gangguan panik biasanya mempunyai keyakinan yang salah akan penyakitnya. Pasien biasanya sering salah mengintepretasikan sensasi di tubuhnya sebagai tanda awal serangan panik. Informasi tentang serangan panik termasuk penjelasan bahwa ketika serangan panik berlangsung, serangan tersebut terbatas watunya dan tidak mengancam jiwa.
            Latihan relaksasi, pernapasan termasuk meditasi juga mempunyai peran yang sangat baik pada pasien gangguan panik. Hal ini membantu pasien untuk dapat mengontrol pernapasannya dan sedapat mungkin relaks sehingga gejala yang timbul dapat ditangani dengan baik secara mandiri oleh pasien pada saat serangan panik datang
            Semoga penjelasan di atas dapat membantu anda untuk mengenali gejala dan tanda gangguan panik serta cara mengatasinya. Jangan malu untuk berkonsultasi dengan dokter ahli kesehatan jiwa jika mengalami gangguan panik. Salam sehat jiwa.

Gangguan Psikosomatik, Apa Itu ???


Anthony eksekutif muda berusia 34 tahun itu sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan mual serta sering merasa seperti keluar keringat dingin.Anthony juga sering merasa dadanya sesak bila bernapas.
Anthony bercerita bahwa ia pernah berobat di bagian penyakit dalam dan telah dilakukan beberapa tes bahkan sampai melakukan CT-Scan dan MRI namun dinyatakan hasilnya semua dalam batas normal. Anthony tentunya tidak percaya hal tersebut karena dia merasa ada yang tidak beres dengan dirinya. Teman-temannya mengatakan mungkin dia stres dengan pekerjaan, tapi Anthony selalu menyangkal hal itu.
Oleh sejawat dokter ahli penyakit dalam, Anthony disarankan untuk datang ke psikiater khususnya yang bergerak di bidang psikosomatik karena mungkin ada problem psikis yang melatarbelakangi keluhannya. Anthony sempat kesal karena saran itu, dia berkata ”Memangnya saya gila Dok?!”. Hal itu dikarenakan dia merasa kehidupannya baik-baik saja. Bilapun ada masalah, Anthony memang cenderung lebih menyimpannya sendiri dan tidak pernah membicarakan dengan orang lain bahkan dengan istrinya sekalipun. ”Saya memang biasa menyimpan apapun kekesalan dan kemarahan saya sendiri” ujarnya kepada dokter penyakit dalamnya.

Keluhan Psikosomatik
Kasus seperti di atas sebenarnya sering ditemukan di praktek dokter umum dan spesialis. Pasien dengan keluhan fisik yang sangat banyak dan sering berganti-ganti setiap minggunya, biasanya datang pertama kali ke tempat praktek dokter umum atau dokter spesialis penyakit dalam.
Dokter biasanya akan memeriksa fisik pasien dengan keluhan seperti ini dan menyarankan beberapa tes penunjang. Tapi hampir tidak pernah ditemukan kelainan fisik yang mendasari keluhannya. Begitu juga dengan hasil tes penunjang seperti laboratorium, radiologi ( rontgen, CT-Scan atau MRI ), atau bahkan sampai endoskopi, tidak ditemukan kelainan pada pasien.
Bila sudah begini biasanya dokter umum atau spesialis lain akan merujuk pasien dengan keluhan seperti ini untuk datang ke psikiatersupaya dapat dilakukan evaluasi lebih lanjut. Namun tentunya tidak mudah meminta pasien untuk menuruti saran ini. Beberapa di antaranya malah merasa bahwa dokternya tidak mampu mengobati dirinya. Selanjutnya pasien akan mencari dokter lain untuk mencoba mengobati ”penyakitnya” ini. Tidak heran pasien biasanya memiliki rekam medik yang sangat tebal dan mempunyai beberapa dokter sekaligus.      

Gangguan Kejiwaan
Dalam bidang kesehatan jiwa, gangguan psikosomatik sebenarnya termasuk dalam bagian gangguan somatoform . Gangguan ini ditandai dengan adanya suatu keluhan fisik yang berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali dilakukan dan hasilnya normal. Setidaknya pun ada gangguan fisik maka gangguan tersebut berbeda atau tidak dapat menjelaskan keluhan yang dikemukakan pasien.            
Biasanya gejala ini ada hubungannya dengan konflik dan perkembangan psikologis dari pasien, namun pasien biasanya menolak gagasan adanya hubungan antara penyakit yang diderita dengan problem atau konflik kehidupannya. Bahkan bila ditemukan adanya tanda depresi atau kecemasan pada pasien, pasien tetap menolak adanya hubungan tersebut.
Gangguan ini juga sering ditimbulkan pada pasien dengan gangguan kecemasan yang sangat seperti pada gangguan panik. Gejala jantung berdebar sangat sering dikeluhkan oleh pasien gangguan panik. Selain itu juga sering mengalami sesak napas. Kondisi ini juga meresahkan pasien karena ketika diperiksa ternyata tdak terdapat kelainan dalam organ tubuh pasien.

Apa Yang Harus Dilakukan ?
            Pasien atau keluarga pasien yang mengalami hal ini dapat segera datang untuk bertemu dengan psikiater. Penjelasan tentang bagaimana mekanisme stres berpengaruh ke fungsi tubuh akan membantu pasien dalam memahami gangguan Psikosomatik yang dideritanya saat ini. Walaupun dalam pemeriksaan klinis dan penunjang tidak didapatkan keluhan, pasien dengan keluhan ini mengalami suatu disfungsi di sistem saraf pusat terutama di sistem saraf otonom dan jaras hipotalamus pituitary adrenal (HPA Axis). Kondisi ini telah diteliti oleh ilmuwan di Amerika Serikat dan memang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan secara umum.
            Pengobatan dengan pendekatan psikoterapi dan penggunaan obat dengan dosis yang tepat dan dalam jangka waktu tertentu akan membantu pasien menghadapi keadaan gangguan Psikosomatiknya dan akhirnya dapat berfungsi secara baik kembali.